Bebaru ini aku sengaja menekan satu pautan di laman Facebook aku yang bertajuk "What Is Your True Personality?" [click here]
***
Dan berikut merupakan hasil akhirnya:
"You are an Educator!
You are a very passionate, dedicated and creative person. You love to teach other people, inspire them and spark ideas in their heads. You have a gift for persuasion, which helps you talk to others and explain yourself. Although you do love to teach, you know when it’s the right time to let go and just be yourself.
A lot of people see you as wise and rational, which makes you the perfect person to confide with and ask for pieces of advice.
You are truly an amazing person, and your contribution to the world is greatly appreciated."
***
Entah betul, entah tidak. Aku pun tidak tahu.
Namun, pada aku, dalam setiap kita-kita ada jiwa "educator" yang sentiasa cuba mengajarkan manusia tentang arti kehidupan sebenar.
Seorang rasul, seorang ibu, seorang bapa, seorang abang, seorang adik, seorang kenalan, bahkan seorang pemandu teksi. Semuanya pun ada jiwa "educator" dalam diri mereka; yang mengajarkan 1001 perihalan.
Dari arti cinta kepada arti kebencian.
Dari arti pengorbanan kepada arti dijadikorbankan.
Dari arti kegembiraan kepada arti kesedihan.
Begitulah...
Tuesday, November 18
Monday, November 10
#1
“You (we) are the future leaders! You are the one who are response-able to steer our nation beyond now!” they said.
But still, we are students you know. To steer the nation? Hey, don’t ever expect THAT much from us. That is a pretty huge gigantic burden you are about to put on our shoulders. Those are the elder citizen kind of things, not us.
Please…
Just please, don’t abuse us with this nonsense.
***
So, what do you think? Is it rationally true? Are being young and immature are the good excuses to neglect our response-ability towards our nation? Is being a mere medical student is the most epic reason we have to hid ourselves from the havoc-ity happening around us?
Well, it might be easy for me say NO ‘cause I’m on a “holiday” right now. I kinda forget about all the hectic-ness of medical student’s life, you know, about all the pact schedules, the tons of book to read, the ILOs, about balancing studies and social life and so on and so on.
I just don’t remember.
***
The sole main singular point I wanna make here is (like it or not) we ARE responsible to make our nation a better nation.
And what is the best way to do “this” other than making ourselves better first.
There is a lot of stuff we can do to be a better version of us.
And one of them is by being one with the crowd; try to join the various kind of events organized OR try to be the one who organized.
***
Having so much free time on my hand really bore me to death. So, I decided to join in any committee who needs people to run the events. I dare to swear, that is one of the wisest decision I ever made.
***
By being in the team who organize, we can learn so many new things; we can learn on how to interact with different types of people, we can learn on how to handle situations and we can learn on how to organize ourselves. Hence, being a better version of us.
These are things we called “experience”. The skills we couldn’t learn entirely from books. Have you ever play games before? Without EXP, we can never level up.
***
But, hell yeah! Despite all the things written above, we are still a student. Never neglect our responsibility as a student. Never be too “terikut-ikut” with the current issues. Be open-minded. Be principled. Love your parents. Be polite to one another. Just grab the chances in front of your very own eyes.
FOR OUR RELIGION, FOR OUR NATION, FOR THE FUTURE.
But still, we are students you know. To steer the nation? Hey, don’t ever expect THAT much from us. That is a pretty huge gigantic burden you are about to put on our shoulders. Those are the elder citizen kind of things, not us.
Please…
Just please, don’t abuse us with this nonsense.
***
So, what do you think? Is it rationally true? Are being young and immature are the good excuses to neglect our response-ability towards our nation? Is being a mere medical student is the most epic reason we have to hid ourselves from the havoc-ity happening around us?
Well, it might be easy for me say NO ‘cause I’m on a “holiday” right now. I kinda forget about all the hectic-ness of medical student’s life, you know, about all the pact schedules, the tons of book to read, the ILOs, about balancing studies and social life and so on and so on.
I just don’t remember.
***
The sole main singular point I wanna make here is (like it or not) we ARE responsible to make our nation a better nation.
And what is the best way to do “this” other than making ourselves better first.
There is a lot of stuff we can do to be a better version of us.
And one of them is by being one with the crowd; try to join the various kind of events organized OR try to be the one who organized.
***
Having so much free time on my hand really bore me to death. So, I decided to join in any committee who needs people to run the events. I dare to swear, that is one of the wisest decision I ever made.
***
By being in the team who organize, we can learn so many new things; we can learn on how to interact with different types of people, we can learn on how to handle situations and we can learn on how to organize ourselves. Hence, being a better version of us.
These are things we called “experience”. The skills we couldn’t learn entirely from books. Have you ever play games before? Without EXP, we can never level up.
***
But, hell yeah! Despite all the things written above, we are still a student. Never neglect our responsibility as a student. Never be too “terikut-ikut” with the current issues. Be open-minded. Be principled. Love your parents. Be polite to one another. Just grab the chances in front of your very own eyes.
FOR OUR RELIGION, FOR OUR NATION, FOR THE FUTURE.
Sunday, November 9
#0
Mati adalah perkara biasa.
Semua orang pun akan merasainya. Cuma berbeza bila, di mana dan bagaimana. Termasuk aku, kita-kita semua akan, suatu hari nanti, mengucapkan selamat tinggal kepada kehidupan yang sedang kita nikmati sekarang ini.
Hidup ini terlalu singkat untuk tidak menangis, untuk tidak ketawa, untuk tidak bersama-sama orang yang kita cintakan. Oleh sebab itu, penyesalan adalah kekalahan yang sangat menyempitkan. Selama kita bernafas ini, adalah lebih baik untuk kita terus bersenyum melangkah.
Menyedari hakikat ini, aku berhasrat untuk merakam buah fikirku dalam tulisan-tulisan. Kerana mati adalah kemestian, aku tidak mahu mati dalam sebuah kerugian. Aku ingin kekal memberi berkongsi walau di dunia ini, nanti, aku akan tiada lagi.
Akhir kata, mati adalah perkara biasa. Namun, mati dengan matlamat yang jelas adalah luar dari biasa-biasa.
Dan ini adalah langkah mula projek kematian yang menghidupkan. Mohon doa.
Saturday, November 8
Cinta itu sebuah komitmen
Love is to commit :)
***
Mencintai sesuatu mahupun seseorang adalah bermakna kebersediaan untuk melakukan apa jua demi perkara tersebut:
Seorang ayah yang cintakan anaknya sanggup berhempas pulas mencari rezeki. Seorang kekasih yang cintakan buah hatinya sanggup menjadi pendengar dan peneman yang setia. Seorang anak yang cintakan orang tuanya sanggup mengorbankan kepentingan jiwa mudanya. Seorang hamba yang cinta pada Tuannya sanggup menggadaikan diri dan jiwa raganya.
Begitulah.
***
Cinta pada hakikatnya adalah satu elemen yang putih suci. Namun, sangat mengecewakan bilamana cinta itu disalaherti dan langsung dikotorkan dengan perkara-perkara yang mengotorkan. Hal ini berlaku bilamana definisi cinta yang dipegang itu sendiri adalah tidak tepat.
Cinta itu adalah komitmen. Jelas.
Ia menuntut pengorbanan. Baik dari segi masa, tenaga, mahupun emosi.
Dari sudut masa. Cinta itu adalah satu bentuk pelaburan jangka panjang. Dari sudut tenaga. Cinta itu sentiasa menuntut keringat tulang empat kerat. Dari sudut emosi. Cinta itu memerlukan agar kita bertindak berdasarkan upaya fikir dan bukan sekadar ikutan emosi.
***
Sebelum kau benar ingin bercinta, fahamilah, fikirkanlah, renungkanlah dan hayatilah pemaknaan cinta yang sebenar-benarnya.
enonimes: Cinta itu jelas buta dan membutakan... jika dipandu nafsu semata-mata.
Thursday, June 19
Input, process, output hoi hoi!
Tengah kemas bilik. Terjumpa buku warna kuning; buku nota lama.
Rehat jap. Duduk atas katil. Belek-belek buku.
Dalam tu ada banyak nota. Macam-macam ada. Bercampur.
Paling best, ada nota time liqo’ dulu. *senyum*
***
Vending machine.
Ini kiranya, contoh paling senang ah kalau kita-kita yang noob bab-bab cenggini nak faham input, process dan output tu apakebenda.
Masuk duit itu input.
Mesin buat bunyik gedegung gedegang itu process.
Dan tin minuman keluar kat bawah tu adalah output.
Mudah. Ringkas.
***
Aku kira dalam Islam ada tiga perkara utama yakni akidah, ibadah dan akhlak.
Ringkas cerita:
Akidah itu adalah input.
Ibadah itu adalah process.
Dan akhlak itu adalah output.
***
Demi hari kefahaman terhadap Islam pada kita akan semakin menebal dan membanyak. Namun, ia tak bawa sebarang makna jika tiada ibadah yang terbuah daripadanya. Juga, ia tidak bawa makna jika kualiti ibadah kita masih di takuk lama; yakni masih sama dengan ketika kita tidak tahu apa-apa.
Sesuatu yang kita silap pandang.
Ibadah yang sahih itu bukan lah output kepada akidah yang sejahtera. Ia hanyalah satu process untuk menuju akhlak yang sempurna. Kerana jika kita pandang ibadah itu sebagai titik akhir (output), apa pula process nya?
Juga, bila kita pandang ibadah itu titik akhir, secara otomatiknya kita akan tergesa-gesa untuk baiki kefahaman kita terhadap Islam (input); baca buku itu dan baca buku ini dan sampai bila-bila pun ia tak akan pernah mencukupi. Sehingga tiba satu detik, kita rasa muak dan bermalasan.
***
Sepertimana vending machine, tiap wang yang diterima (input) akan di ‘gedegang gedegung’ kan (process) sehingga terkeluarnya tin minuman (output). Kita sumbatlah sebanyak mana pun duit kepadanya, jika tiada process terlakukan, ada mungkin mesin itu akan rosak, meletup KEBABOM!
Begitulah.
Baiki amal kita! Pertingkatkan kualiti!
***
Perlahan-lahan aku tutup buku.
Letak tepi.
Teringat waktu usroh dulu. *senyum sorang-sorang*
Tengok jam. Sudah mahu masuk Zuhr.
Tutup lampu, tutup kipas.
Dan berlalu pergi…
enonimes: Input, process, output. Input, process, output hoi hoi!
Rehat jap. Duduk atas katil. Belek-belek buku.
Dalam tu ada banyak nota. Macam-macam ada. Bercampur.
Paling best, ada nota time liqo’ dulu. *senyum*
***
Vending machine.
Ini kiranya, contoh paling senang ah kalau kita-kita yang noob bab-bab cenggini nak faham input, process dan output tu apakebenda.
Masuk duit itu input.
Mesin buat bunyik gedegung gedegang itu process.
Dan tin minuman keluar kat bawah tu adalah output.
Mudah. Ringkas.
***
Aku kira dalam Islam ada tiga perkara utama yakni akidah, ibadah dan akhlak.
Ringkas cerita:
Akidah itu adalah input.
Ibadah itu adalah process.
Dan akhlak itu adalah output.
***
Demi hari kefahaman terhadap Islam pada kita akan semakin menebal dan membanyak. Namun, ia tak bawa sebarang makna jika tiada ibadah yang terbuah daripadanya. Juga, ia tidak bawa makna jika kualiti ibadah kita masih di takuk lama; yakni masih sama dengan ketika kita tidak tahu apa-apa.
Sesuatu yang kita silap pandang.
Ibadah yang sahih itu bukan lah output kepada akidah yang sejahtera. Ia hanyalah satu process untuk menuju akhlak yang sempurna. Kerana jika kita pandang ibadah itu sebagai titik akhir (output), apa pula process nya?
Juga, bila kita pandang ibadah itu titik akhir, secara otomatiknya kita akan tergesa-gesa untuk baiki kefahaman kita terhadap Islam (input); baca buku itu dan baca buku ini dan sampai bila-bila pun ia tak akan pernah mencukupi. Sehingga tiba satu detik, kita rasa muak dan bermalasan.
***
Sepertimana vending machine, tiap wang yang diterima (input) akan di ‘gedegang gedegung’ kan (process) sehingga terkeluarnya tin minuman (output). Kita sumbatlah sebanyak mana pun duit kepadanya, jika tiada process terlakukan, ada mungkin mesin itu akan rosak, meletup KEBABOM!
Begitulah.
Baiki amal kita! Pertingkatkan kualiti!
***
Perlahan-lahan aku tutup buku.
Letak tepi.
Teringat waktu usroh dulu. *senyum sorang-sorang*
Tengok jam. Sudah mahu masuk Zuhr.
Tutup lampu, tutup kipas.
Dan berlalu pergi…
enonimes: Input, process, output. Input, process, output hoi hoi!
Sunday, June 15
"Saja-saja" itu bahaya!
Seringkali kita bertemu orang-orang yang bila ditanya, “Kenapa?” akan membalas, “Tidak tahu” atau lebih simple, “Saja-saja.”
Dalam sedar tidak sedar, ia adalah sesuatu yang bahaya!
***
Walaupun, dalam satu masa boleh dibuat tanggapan umum, bahawa orang tersebut atau kita -sebenarnya- tidak berminat untuk berbual panjang dengan orang yang bertanya.
Ataupun…
Mungkin kita -sebenarnya- MEMANG tak tahu akan “Kenapa?”.
Tidak tahu akan kenapa adalah antaranya satu hasil daripada indoktrinisasi yang berjaya. Di mana, individu yang didoktrin akan berbuat sesuatu tanpa asbab yang nyata, tanpa reason yang kukuh atau tanpa ruh di dalamnya.
Umpama robot atau mesin, yang diberi input, memproses dan kemudiannya mengeluarkan output tanpa banyak tanya.
Jadi, kenapa ia bahaya?
***
Bahaya pertama
Antara mesin dan manusia, beza yang ketara adalah pada presentasi akalnya.
Jika pada mesin kita bertanya, “Kenapa sekian-sekian?” mungkin tiada respon yang diberi. Tapi tidak pada manusia.
Jika ditanya “Kenapa?”, pada awal mungkin akan hanya timbul jawapan seperti “Saja-saja” atau “Tidak tahu”. Bahayanya akan timbul, bila individu ini mencari jawapan kepada persoalan. Jika jumpa guru yang betul, alhamdulillah. Jika tidak?
Bagaimana pula jika tiada langsung guru yang boleh memuaskan kehendak soalan “Kenapa?” tersebut. Ini akan jadi lebih parah!
Individu-individu yang di program ini akan terus memberontak walau dalam diam! Kerana pada “proses” nya terganggu.
Seperti mana vending machine yang bila ditaruh duit kertas yang teruk berkeronyok tidak akan mengeluarkan tin minuman dan memuntahkan kembali not kertas tersebut. Atau lebih teruk, terus memakan wang tersebut tanpa memberi tin minuman yang diminta. Bagaimana pula, jika vending machine ini tidak mempunyai wang syiling untuk dibakikan? Ya, ia akan menyusahkan pengguna-pengguna seterusnya, sehinggalah satu maintenance yang dirapi dibuat (walaupun dengan hentakan kuat di sisinya juga terkadang boleh membantu, tapi ia adalah kes yang sangat terpencil).
Kemudian, akhirnya (jika individu-individu ini tidak ketemu jawapan) mereka akan layu, futur di pertengahan jalan. Alangkah!
***
Bahaya kedua
Membalas dengan “Saja-saja” atau “Tidak tahu” juga boleh menjadi satu indikasi bahwa, tiada elemen sengaja pabila certain-certain perkara itu dibuat. Seakan-akannya kita di control oleh satu alat kawalan jauh. Mungkin ia hanyalah sekadar tabiat individu yang unik.
Atau…
Boleh jadi, ketika itu, nafsu kita yang mengawal gerak kita!
Percayalah cakap saya, bahawa orang yang waras atau normal tidak akan berbuat sesuatu tanpa sebab.
Apa yang akan kita kata, bila sebuah kereta tiba-tiba sahaja bergerak tanpa ada pemandunya? Apa yang akan kita kata bila laptop kita tiba memainkan lagu tanpa ada orang yang menekan butang-butang?
Ini… ini kegilaan!
Dan pasti akan ada orang kata, “Hm… mesti ada hantu yang buat semua tu.”
Jika begitu, bilamana kita melakukan sesuatu seperti itu (buat sesuatu tanpa sebab) mungkin juga ada “hantu” dalam diri kita-kita. Nah! Bagaimana?
***
Poin saya, terus dan teruskan lah mencari sebab-sebab dalam berbuat sesuatu. Jangan ikut membabi buta sahaja! Carilah jawapan sepertimana Ibrahim a.s. keluar mencari Tuhan.
Kerana, “There is no such thing as stupid question but stupid answers!”
Cari sebab. Bila jumpa, genggam!
Sesungguhnya, kita tak mahu merobotkan manusia-manusia.
Sekian :)
enonimes: Mahu tak mahu, al-Quran dan as-Sunnah adalah pegangan kita sampai bila-bila.
Dalam sedar tidak sedar, ia adalah sesuatu yang bahaya!
***
Walaupun, dalam satu masa boleh dibuat tanggapan umum, bahawa orang tersebut atau kita -sebenarnya- tidak berminat untuk berbual panjang dengan orang yang bertanya.
Ataupun…
Mungkin kita -sebenarnya- MEMANG tak tahu akan “Kenapa?”.
Tidak tahu akan kenapa adalah antaranya satu hasil daripada indoktrinisasi yang berjaya. Di mana, individu yang didoktrin akan berbuat sesuatu tanpa asbab yang nyata, tanpa reason yang kukuh atau tanpa ruh di dalamnya.
Umpama robot atau mesin, yang diberi input, memproses dan kemudiannya mengeluarkan output tanpa banyak tanya.
Jadi, kenapa ia bahaya?
***
Bahaya pertama
Antara mesin dan manusia, beza yang ketara adalah pada presentasi akalnya.
Jika pada mesin kita bertanya, “Kenapa sekian-sekian?” mungkin tiada respon yang diberi. Tapi tidak pada manusia.
Jika ditanya “Kenapa?”, pada awal mungkin akan hanya timbul jawapan seperti “Saja-saja” atau “Tidak tahu”. Bahayanya akan timbul, bila individu ini mencari jawapan kepada persoalan. Jika jumpa guru yang betul, alhamdulillah. Jika tidak?
Bagaimana pula jika tiada langsung guru yang boleh memuaskan kehendak soalan “Kenapa?” tersebut. Ini akan jadi lebih parah!
Individu-individu yang di program ini akan terus memberontak walau dalam diam! Kerana pada “proses” nya terganggu.
Seperti mana vending machine yang bila ditaruh duit kertas yang teruk berkeronyok tidak akan mengeluarkan tin minuman dan memuntahkan kembali not kertas tersebut. Atau lebih teruk, terus memakan wang tersebut tanpa memberi tin minuman yang diminta. Bagaimana pula, jika vending machine ini tidak mempunyai wang syiling untuk dibakikan? Ya, ia akan menyusahkan pengguna-pengguna seterusnya, sehinggalah satu maintenance yang dirapi dibuat (walaupun dengan hentakan kuat di sisinya juga terkadang boleh membantu, tapi ia adalah kes yang sangat terpencil).
Kemudian, akhirnya (jika individu-individu ini tidak ketemu jawapan) mereka akan layu, futur di pertengahan jalan. Alangkah!
***
Bahaya kedua
Membalas dengan “Saja-saja” atau “Tidak tahu” juga boleh menjadi satu indikasi bahwa, tiada elemen sengaja pabila certain-certain perkara itu dibuat. Seakan-akannya kita di control oleh satu alat kawalan jauh. Mungkin ia hanyalah sekadar tabiat individu yang unik.
Atau…
Boleh jadi, ketika itu, nafsu kita yang mengawal gerak kita!
Percayalah cakap saya, bahawa orang yang waras atau normal tidak akan berbuat sesuatu tanpa sebab.
Apa yang akan kita kata, bila sebuah kereta tiba-tiba sahaja bergerak tanpa ada pemandunya? Apa yang akan kita kata bila laptop kita tiba memainkan lagu tanpa ada orang yang menekan butang-butang?
Ini… ini kegilaan!
Dan pasti akan ada orang kata, “Hm… mesti ada hantu yang buat semua tu.”
Jika begitu, bilamana kita melakukan sesuatu seperti itu (buat sesuatu tanpa sebab) mungkin juga ada “hantu” dalam diri kita-kita. Nah! Bagaimana?
***
Poin saya, terus dan teruskan lah mencari sebab-sebab dalam berbuat sesuatu. Jangan ikut membabi buta sahaja! Carilah jawapan sepertimana Ibrahim a.s. keluar mencari Tuhan.
Kerana, “There is no such thing as stupid question but stupid answers!”
Cari sebab. Bila jumpa, genggam!
Sesungguhnya, kita tak mahu merobotkan manusia-manusia.
Sekian :)
enonimes: Mahu tak mahu, al-Quran dan as-Sunnah adalah pegangan kita sampai bila-bila.
Wednesday, May 28
Figura publik
"Antum rasa apa yang kita perlukan untuk menarik lebih ramai orang kepada Islam?”
“Mudah. Kita perlukan public figure di kalangan kita-kita.”
***
Tak dinafikan mempunyai figura yang berpengaruh dalam sesebuah organisasi adalah amat mustahak. Tanpa figura publik ini, keterlangsungan sesuatu yang ingin disampaikan mungkin hanya sekadar menjadi angan-angan. Tidak boleh tidak mesti kena ada etlis seorang yang memikul tanggungjawab ini.
Persoalannya.
Benarkah seorang sahaja sudah memadai?
***
Rata-rata kita (bukan semua) begitu gemar mengecilkan skop dan memandang enteng dalam memproses ide-ide. Jelas, kita telah dihidupkan Tuhan dalam satu generasi manusia yang benar-benar malas berfikir.
“Mudah. Kita perlukan public figure di kalangan kita-kita.”
***
Tak dinafikan mempunyai figura yang berpengaruh dalam sesebuah organisasi adalah amat mustahak. Tanpa figura publik ini, keterlangsungan sesuatu yang ingin disampaikan mungkin hanya sekadar menjadi angan-angan. Tidak boleh tidak mesti kena ada etlis seorang yang memikul tanggungjawab ini.
Persoalannya.
Benarkah seorang sahaja sudah memadai?
***
Rata-rata kita (bukan semua) begitu gemar mengecilkan skop dan memandang enteng dalam memproses ide-ide. Jelas, kita telah dihidupkan Tuhan dalam satu generasi manusia yang benar-benar malas berfikir.
“Dunia di hujung jari, apa lagi yang kita nak cari?”
Ia satu tingkah yang normal. Jadi, tak perlu risau pun. *senyum*
Namun, sedikit demi sedikit ayuh kita cuba luaskan boundary pemikiran kita-kita.
***
Apa itu public figure?
Definisi mudah, public figure ialah orang (figura) yang disegani dan dihormati oleh masyarakat umum (public) dek kerana ciri-ciri tertentu yang ada pada orang tersebut.
Dan…
Pada kebiasaan, perkataan “masyarakat” HANYA di associate dengan gambaran sekumpulan manusia yang super banyak bilangannya. Super banyak di sini membawa maksud “banyak gila ah!” Hah. Cam gitu.
Tapi sejak dua menjak ini saya berfikir:
Mungkin definisi umum yang sedia ada ter programme ini perlu dibuat sedikit modifikasi.
***
Kita perlu akui, bukan semua orang macam semua orang. Dan setiap daripada kita adalah unik, yakni berbeda antara satu sama lain.
Setiap daripada kita punya keahlian dalam bidang-bidang yang tersendiri.
Secara tidak langsung, definisi “masyarakat” yang saya ketengahkan di atas tadi –sepatutnya– bersifat dependence kepada bidang yang kita ahli. Tak semestinya masyarakat untuk seorang doktor adalah masyarakat untuk seorang engineer. Tak semestinya masyarakat untuk seorang guru adalah masyarakat untuk seorang pelajar. Dan tak semestinya masyarakat untuk seorang pemain bola adalah masyarakat untuk seorang pelumba drift.
Kita akan dapat lihat di sini akan kewujudan pelbagai kumpulan masyarakat dan bukan setakat menyapu rata masyarakat itu sebagai satu golongan sahaja.
Dengan definisi “masyarakat” yang ini, SEMUA orang pun boleh dan mesti jadi public figure. Seterusnya, tanggungjawab ini tidak lagi hanya terbeban kepada “orang-orang penting” dalam sesuatu organisasi sahaja.
Kini, akan wujud "public figure" dari sekecil-kecil kelompok masyarakat (seperti: study group, ahli rumah) sehinggalah ke sebesar-besar kelompok masyarakat.
Namun, sedikit demi sedikit ayuh kita cuba luaskan boundary pemikiran kita-kita.
***
Apa itu public figure?
Definisi mudah, public figure ialah orang (figura) yang disegani dan dihormati oleh masyarakat umum (public) dek kerana ciri-ciri tertentu yang ada pada orang tersebut.
Dan…
Pada kebiasaan, perkataan “masyarakat” HANYA di associate dengan gambaran sekumpulan manusia yang super banyak bilangannya. Super banyak di sini membawa maksud “banyak gila ah!” Hah. Cam gitu.
Tapi sejak dua menjak ini saya berfikir:
Mungkin definisi umum yang sedia ada ter programme ini perlu dibuat sedikit modifikasi.
***
Kita perlu akui, bukan semua orang macam semua orang. Dan setiap daripada kita adalah unik, yakni berbeda antara satu sama lain.
Setiap daripada kita punya keahlian dalam bidang-bidang yang tersendiri.
Secara tidak langsung, definisi “masyarakat” yang saya ketengahkan di atas tadi –sepatutnya– bersifat dependence kepada bidang yang kita ahli. Tak semestinya masyarakat untuk seorang doktor adalah masyarakat untuk seorang engineer. Tak semestinya masyarakat untuk seorang guru adalah masyarakat untuk seorang pelajar. Dan tak semestinya masyarakat untuk seorang pemain bola adalah masyarakat untuk seorang pelumba drift.
Kita akan dapat lihat di sini akan kewujudan pelbagai kumpulan masyarakat dan bukan setakat menyapu rata masyarakat itu sebagai satu golongan sahaja.
Dengan definisi “masyarakat” yang ini, SEMUA orang pun boleh dan mesti jadi public figure. Seterusnya, tanggungjawab ini tidak lagi hanya terbeban kepada “orang-orang penting” dalam sesuatu organisasi sahaja.
Kini, akan wujud "public figure" dari sekecil-kecil kelompok masyarakat (seperti: study group, ahli rumah) sehinggalah ke sebesar-besar kelompok masyarakat.
(PERHATIAN: Istilah sebenar yang diguna pakai untuk figura kepada kelompok masyarakat yang kecil ialah private figure. TQ.)
***
Persoalan akhir:
“Cemana nak jadi public/ private figure ni, akhi?”
“Mudah aje. Jadi lah yang terbaik! Qudwah hasanah orang kata.” *senyum*
Enonimes: Fuh! Nak jadi figura dalam usroh pun payah. Cemana ni?
Persoalan akhir:
“Cemana nak jadi public/ private figure ni, akhi?”
“Mudah aje. Jadi lah yang terbaik! Qudwah hasanah orang kata.” *senyum*
Enonimes: Fuh! Nak jadi figura dalam usroh pun payah. Cemana ni?
Tuesday, May 27
Menulis jom!
Tulis tulisan menulis tertulis,
Ditulis lisan penulis menulis.
***
Di awal dulu, aku menulis hanya untuk suka-suka. Sekadar mengisi ruangan masa yang penuh lapang. Hanya niat untuk berkongsi dan meluahkan rasa hati. Langsung tiada di fikir ku, sampai ke sekarang pun masih aku menulis huruf-huruf.
Agak kelakar sebenarnya. Kerana di satu saat kita rasa kita tidak mampu. Namun, di saat yang seterusnya, tiba-tiba sahaja ia bagaikan sesuatu yang telah mengalir lama dalam bebuluh darah kita. Ia rasa sebati dengan jiwa. Tidak ada lagi rasa awkward untuk bercerita dari sekecil-kecil perkara hingga yang sebesar-besarnya.
Bebaru ini, aku telah mendengarkan satu recording tentang perihal penulisan; sesuatu yang mengembali rasa mahu untuk mengatur jari-jemariku agar gah berdansa menyusun kata demi kata.
Buktinya, sekarang aku sedang menulis, bukan? *Senyum*
***
Dalam pada itu, aku juga mahu menyeru kalian untuk bersama aku untuk turut sama-sama menulis. Bukan sekadar menulis ringkas di tweeter. Bukan sekadar menulis status-status di mukabuku. Bukan sekadar itu. Malah lebih-lebih-lebih lagi!
Aku mahu kita tahu. Gagasan ini adalah gagasan yang perlu. Ia adalah gagasan yang memandaikan manusia-manusia. Mengembalikan kita-kita dari kebodohan yang sempit dan nyata kepada keluasan dunia yang sebenar-benarnya.
***
Cuba kita fikir seketika.
Cuba kita kira dalam satu hari berapa masa yang kita peruntukkan untuk membaca. Tidak kisah lah samada sekadar membaca nota-nota dari kuliah, membaca akhbar-akhbar, membaca status-status ataupun novel-novel ringan.
Kemudian..
Dalam masa yang kita peruntukkan itu, berapa pula portion bacaan yang mampu buat kita kembali ingat pada Tuhan, pada Neraka dan Syurga, pada dosa dan pahala. Berapa?
Ayuh kembali muhasabah.
Mengertilah di keliling kita (kebanyakkannya) hanya ada tulisan-tulisan sekular yang memisahkan kita daripada perihal ketuhanan. Tulisan-tulisan yang sedikit demi sedikit menjauhkan kita dari matlamat hidup kita yang sebenar.
Ini-inilah yang aku takutkan. Ini-inilah juga yang aku bercita-cita mahu perangkan.
Kita lawan kata dengan kata.
Kita lawan pena dengan pena.
Kita kembali mengharmonikan dunia yang semakin tua. Kita sebarkan cinta seluas-luasnya. Kita ceritakan kepada mereka-mereka ini betapa indahnya apa yang kita rasa. Kita bersihkan kembali pemikiran karut dan taghut yang sekian lama meraja. Kita hapuskan perhambaan manusia dengan manusia dan memperkenalkan perhambaan manusia dan Tuhan semata-mata.
***
Aku ada satu keyakinan.
Yakni. Bilamana makin ramai kelompokan-kelompokan penulis ini kembali bernyawa, alam ini pasti akan kembali lebih mesra manusia.
Semakin kurang lah berita-berita yang kurang enak kedengaran. Pasti kurang lah segala apa yang membantutkan perkembangan minda manusia-manusia. Pasti nanti, akan hadir satu era di mana segala macam manusia akan kembali menjadi hamba kepada Tuhan yang sebenar.
Sungguh! Aku benar yakin.
Tidak kah kalian?
***
Tapi…
Tidak pula aku mahu mengatakan bahawa penulisan-penulisan yang bakal kita sajikan ini menjadi penganti pada amal kita yang pertama dan utama.
Ingat!
Penulisan ini bukan alternative atau substitute. Ia adalah sekadar pemudah cara dan pelangsung bicara. Medan utama kita bukan di ruangan maya, BUKAN! Medan juang kita yang sebenar adalah di luar sana. Amal kita yang utama adalah menyentuh hati-hati mereka yang bingung, lapar dan dahaga. Mengembalikan mereka ke atas jalan menuju Shurga.
Kedua-duanya harus selari sekali. Seperti kaki kanan dan kaki kiri. Mana mungkin kita tinggalkan sebelah anggota kita di belakang demi untuk kita terus berjalan ke hadapan.
Jadi, apa lagi akhi?
Jom menulis! *senyum*
Enonimes: Tersenyum kehairanan saya bila baca kembali tulisan-tulisan lama.
Ditulis lisan penulis menulis.
***
Di awal dulu, aku menulis hanya untuk suka-suka. Sekadar mengisi ruangan masa yang penuh lapang. Hanya niat untuk berkongsi dan meluahkan rasa hati. Langsung tiada di fikir ku, sampai ke sekarang pun masih aku menulis huruf-huruf.
Agak kelakar sebenarnya. Kerana di satu saat kita rasa kita tidak mampu. Namun, di saat yang seterusnya, tiba-tiba sahaja ia bagaikan sesuatu yang telah mengalir lama dalam bebuluh darah kita. Ia rasa sebati dengan jiwa. Tidak ada lagi rasa awkward untuk bercerita dari sekecil-kecil perkara hingga yang sebesar-besarnya.
Bebaru ini, aku telah mendengarkan satu recording tentang perihal penulisan; sesuatu yang mengembali rasa mahu untuk mengatur jari-jemariku agar gah berdansa menyusun kata demi kata.
Buktinya, sekarang aku sedang menulis, bukan? *Senyum*
***
Dalam pada itu, aku juga mahu menyeru kalian untuk bersama aku untuk turut sama-sama menulis. Bukan sekadar menulis ringkas di tweeter. Bukan sekadar menulis status-status di mukabuku. Bukan sekadar itu. Malah lebih-lebih-lebih lagi!
Aku mahu kita tahu. Gagasan ini adalah gagasan yang perlu. Ia adalah gagasan yang memandaikan manusia-manusia. Mengembalikan kita-kita dari kebodohan yang sempit dan nyata kepada keluasan dunia yang sebenar-benarnya.
***
Cuba kita fikir seketika.
Cuba kita kira dalam satu hari berapa masa yang kita peruntukkan untuk membaca. Tidak kisah lah samada sekadar membaca nota-nota dari kuliah, membaca akhbar-akhbar, membaca status-status ataupun novel-novel ringan.
Kemudian..
Dalam masa yang kita peruntukkan itu, berapa pula portion bacaan yang mampu buat kita kembali ingat pada Tuhan, pada Neraka dan Syurga, pada dosa dan pahala. Berapa?
Ayuh kembali muhasabah.
Mengertilah di keliling kita (kebanyakkannya) hanya ada tulisan-tulisan sekular yang memisahkan kita daripada perihal ketuhanan. Tulisan-tulisan yang sedikit demi sedikit menjauhkan kita dari matlamat hidup kita yang sebenar.
Ini-inilah yang aku takutkan. Ini-inilah juga yang aku bercita-cita mahu perangkan.
Kita lawan kata dengan kata.
Kita lawan pena dengan pena.
Kita kembali mengharmonikan dunia yang semakin tua. Kita sebarkan cinta seluas-luasnya. Kita ceritakan kepada mereka-mereka ini betapa indahnya apa yang kita rasa. Kita bersihkan kembali pemikiran karut dan taghut yang sekian lama meraja. Kita hapuskan perhambaan manusia dengan manusia dan memperkenalkan perhambaan manusia dan Tuhan semata-mata.
***
Aku ada satu keyakinan.
Yakni. Bilamana makin ramai kelompokan-kelompokan penulis ini kembali bernyawa, alam ini pasti akan kembali lebih mesra manusia.
Semakin kurang lah berita-berita yang kurang enak kedengaran. Pasti kurang lah segala apa yang membantutkan perkembangan minda manusia-manusia. Pasti nanti, akan hadir satu era di mana segala macam manusia akan kembali menjadi hamba kepada Tuhan yang sebenar.
Sungguh! Aku benar yakin.
Tidak kah kalian?
***
Tapi…
Tidak pula aku mahu mengatakan bahawa penulisan-penulisan yang bakal kita sajikan ini menjadi penganti pada amal kita yang pertama dan utama.
Ingat!
Penulisan ini bukan alternative atau substitute. Ia adalah sekadar pemudah cara dan pelangsung bicara. Medan utama kita bukan di ruangan maya, BUKAN! Medan juang kita yang sebenar adalah di luar sana. Amal kita yang utama adalah menyentuh hati-hati mereka yang bingung, lapar dan dahaga. Mengembalikan mereka ke atas jalan menuju Shurga.
Kedua-duanya harus selari sekali. Seperti kaki kanan dan kaki kiri. Mana mungkin kita tinggalkan sebelah anggota kita di belakang demi untuk kita terus berjalan ke hadapan.
Jadi, apa lagi akhi?
Jom menulis! *senyum*
Enonimes: Tersenyum kehairanan saya bila baca kembali tulisan-tulisan lama.
Monday, May 26
Saat genderang perjuangan bertalu…
Aku mahu kembali menulis. Menulis kisah-kisah, menulis apa-apa yang terbenak di pemikiranku, Menulis setiap apa yang terlihat di mata ku, setiap apa yang terdengar di telingaku, juga, menulis perihal apa yang tercapai dek genggaman ku.
Berbeda dengan kali-kali yang sebelumnya.
Di kali ini, aku benar-benar ingin kembali. Tak lagi mahu berhenti. Tak lagi mahu melari. Walau apa yang bakal terjadi, kali ini aku akan benar-benar cuba dan terus mencuba tetap kukuh di pijakan ku. Terus menulis dan menulis hingga nafas ku tak lagi terhela, hingga anggota ku tak lagi bersama, hingga kuburan tak lagi hanya di mata.
Dengan lafaz basmallah, aku kembali berlangkahan ke medan tempur penulisan dakwah dan tarbiyyah. Semuga di kali ini, tidak lagi aku mengundur (walau setapak ke belakang).
In sha’ Allah. Maju. Dan ke hadapanlah!
enonimes: Doakan saya agar terus istiqamah okeh :D
Berbeda dengan kali-kali yang sebelumnya.
Di kali ini, aku benar-benar ingin kembali. Tak lagi mahu berhenti. Tak lagi mahu melari. Walau apa yang bakal terjadi, kali ini aku akan benar-benar cuba dan terus mencuba tetap kukuh di pijakan ku. Terus menulis dan menulis hingga nafas ku tak lagi terhela, hingga anggota ku tak lagi bersama, hingga kuburan tak lagi hanya di mata.
Dengan lafaz basmallah, aku kembali berlangkahan ke medan tempur penulisan dakwah dan tarbiyyah. Semuga di kali ini, tidak lagi aku mengundur (walau setapak ke belakang).
In sha’ Allah. Maju. Dan ke hadapanlah!
enonimes: Doakan saya agar terus istiqamah okeh :D
Saturday, May 3
Waktu yang mengkelakarkan
Ia adalah sesuatu yang kelakar. Pabila alasan untuk tidak datang awal adalah kerana tidak mahu menunggu orang yang tidak datang awal.
Ia juga adalah sesuatu yang kelakar. Pabila ikhtiar untuk mengurangkan orang daripada datang lambat adalah dengan mengawalkan sesuatu.
Jika ini-ini datang dari kita, persoalaannya sampai bila?
***
Datang lambat.
Ia bukanlah penyakit. Bukan! Sebaliknya, ia merupakan antara simptom-simptom awal.
Sepertimana tidak menyelesaikan tugasan dengan sempurna, kerap beralasan dan tidak dapat merasakan nikmat berukhuwah, datang lambat juga merupakan tanda-tanda yakni simptom kepada permasalahan atau “penyakit” yang lebih kronik.
Sebagai “doktor”, simptom perlu dikawal dan penyakit itu wajar dikesan dan diberi perhatian yang melebih.
Bayangkan apa akan jadi jika kita berlebih-lebihan mengubati simptom sambil tidak mengendahkan permasalahan yang lebih besar?
***
Kerana objek dakwah kita adalah hati, segala apa yang berlaku, baik atau buruk, tidak boleh tidak pasti berbalik kepada persoalan mudah ini: “Masih hidup kah wahai sang hati?”
Jika merasakan hati sudah mati, mintaklah penganti.
Jangan dibiar nanti, sang jasad pula ikut menuruti.
enonimes: Biarlah sebelum hati aku mati, jasad aku dulu. Janganlah sebelum jasad aku mati, hati aku dulu.
enonimes: Biarlah sebelum hati aku mati, jasad aku dulu. Janganlah sebelum jasad aku mati, hati aku dulu.
Tuesday, April 15
Of air warna cokelat dan putih jernih.
Seorang moderator ke hadapan. Bersamanya dia membawa dua botol berisi air dua warna; cokelat dan putih jernih. Cermat, kedua botol itu diletakkan di atas meja. Senyum.
Beberapa peserta kemudiannya dipilih untuk menjawab tanya. Soalannya, “Cuba teka air apa yang ada dalam botol-botol ni?”
Peserta pertama menjawab dengan riak antara yakin dan tidak, “Hm… air teh dan air paip kot.”
Peserta kedua pula, “Air teh dan air paip rasanya.”
Peserta ketiga bangun beri jawapan, “Saya rasa air teh dengan air paip.”
Tamat.
Begitulah ceritanya.
(DISKLAIMER: Dialog di atas hanyalah rekaan semata-mata. Adalah amat mustahil untuk saya menulis bulat-bulat apa yang telah mereka kata kan.)
***
Jadinya.
Apa yang dapat kita pelajari dari modul ringkas ini?
Mudah.
Jangan bersikap judgmental!
***
Beberapa peserta kemudiannya dipilih untuk menjawab tanya. Soalannya, “Cuba teka air apa yang ada dalam botol-botol ni?”
Peserta pertama menjawab dengan riak antara yakin dan tidak, “Hm… air teh dan air paip kot.”
Peserta kedua pula, “Air teh dan air paip rasanya.”
Peserta ketiga bangun beri jawapan, “Saya rasa air teh dengan air paip.”
Tamat.
Begitulah ceritanya.
(DISKLAIMER: Dialog di atas hanyalah rekaan semata-mata. Adalah amat mustahil untuk saya menulis bulat-bulat apa yang telah mereka kata kan.)
***
Jadinya.
Apa yang dapat kita pelajari dari modul ringkas ini?
Mudah.
Jangan bersikap judgmental!
***
Bahaya generalization.
Kerana bukan semua air yang berwarna cokelat itu adalah air teh, maka ia adalah satu kemustahilan yang nyata -sebenarnya- untuk menjawab soalan moderator tersebut secara terus. Kerana jika ada jawapan yang dilontarkan pun, ia hanyalah berdasarkan persepsi umum sahaja.
Jelas. Jawapan-jawapan yang diberi (dalam kes ini) hanya bergantung kepada deria pandang tanpa ada seorang pun peserta yang ke hadapan untuk merasa sendiri atau menghidu bau air apa yang terkandung dalam botol-botol tersebut.
Mungkin juga jawapan-jawapan yang diberi, bersifat associative. Kerana disepanjang program, peserta diberi minum air teh yang mempunyai warna yang seakan sama seperti air yang ada di dalam botol. Jadinya. Tanpa ingin mengambil banyak ruang masa untuk berfikir, “air teh” sahaja yang mudah terpacul dari mulut sebagai jawapan balas.
Sekali lagi, jika tidak kerana sifat luaran (yakni warna) pengalaman yang lepas-lepas juga mampu untuk mencenderungkan kita untuk membuat generalization. Akhirnya, membuatkan kita bersikap judgemental terhadap satu-satu perkara.
Benarlah kata seorang teman, “A general statement is a dangerous statement; including this one.”
***
Peranan impresi pertama.
Peserta pertama telah berkata, ada mungkin air di dalam dua botol tersebut adalah air teh dan air paip. Kerana kekangan ruang masa -mungkin- peserta yang kemudian-kemudiannya turut menggunakan jawapan balas yang sama iaitu air teh dan air paip.
Dapat kita lihat di sini, ada kemungkinan pandangan-pandangan pertama yang didengari kita, akan menjadi blok asas terhadap bagaimana kita mendepani sesuatu isu itu. Contoh mudah, jika perkara pertama yang kita dengarkan mengenai seseorang itu bukanlah perkara yang baik-baik, ada mungkin persepsi umum kita terhadap individu tersebut telah tercemarkan.
Kerana rata-rata kita tergolong dalam generasi yang culas berfikir, dan amat gemar mengambil jalan mudah dalam melayani isu sekeliling, maka kuasa impresi pertama (first impression) ini adalah tersangat vital. Berbalik kepada pelajaran utama, kita akhirnya akan menjadi seorang yang bertindak berpandukan dasar-dasar berbaur judgemental.
***
Apa akan jadi jika impresi pertama diadun sekali dengan generalization?
Jika impresi pertama adalah perkara yang baik, maka generalization yang mungkin hadir dalam diri individu adalah perkara yang baik-baik.
Namun, jika impresi pertama yang diberikan adalah perkara yang buruk-buruk, maka generalization yang mungkin hadir dalam diri individu adalah perkara yang buruk-buruk.
Sebagai contoh:
Katakan ada seorang tokoh yang amat kita hormati dan thiqah mengeluarkan buah pandangan, “Majlis sekian-sekian adalah majlis maksiat!” Full stop.
Agaknya-agaknya, bagaimana dengan generalization yang mungkin terpupuk di minda para pendengar? Mudahnya, ada kemungkinan yang amat besar, idea yang bakal menjelma dalam fikiran mereka-mereka ini adalah, “Majlis ini adalah majlis maksiat.”
Begitu mudah kita menghukum.
Persoalan yang ingin saya lontarkan, adakah dengan membuat generalization bahawa “majlis ini adalah majlis maksiat” membawa erti tidak boleh tidak majlis ini memang majlis maksiat. Secara tidak langsung, setiap apa yang dilakukan dalam majlis disebut adalah dikira sebagai dosa-dosa. Hatta, perkara yang baik-baik sekali pun akan terpalit sama.
Bagaimana?
Bagi saya, audience sepatutnya diajarkan tentang “kenapa” atau diberi sebab akan “mengapa” sesuatu perkara itu boleh ditakrifkan sebagai itu dan ini. Bukannya bersikap lepas tangan dengan membuat generalization tanpa asas mahupun argument yang boleh dijadikan sebagai sandaran. Kerana hujah berdasarkan assumption bukanlah sejenis ilmu yang layak dipelajari.
***
Jadinya.
Jom kita buang unsur-unsur yang tidak menguntungkan ini. Jangan bersikap judgemental. Kerana kita tidak boleh melihat kiri dan kanan dalam satu masa, maka berbaik sangkalah.
Mungkin ia syiling yang sama. Cuma kau nampak nombor, aku pula nampak bunga.
Sekian. :D
enonimes: Berkata “tidak tahu” juga satu ilmu. “Tidak tahu” bukan menandakan kita bodoh, tapi ia memberi signal bahawa kita bersedia untuk mempelajari sesuatu yang baru.
Kerana bukan semua air yang berwarna cokelat itu adalah air teh, maka ia adalah satu kemustahilan yang nyata -sebenarnya- untuk menjawab soalan moderator tersebut secara terus. Kerana jika ada jawapan yang dilontarkan pun, ia hanyalah berdasarkan persepsi umum sahaja.
Jelas. Jawapan-jawapan yang diberi (dalam kes ini) hanya bergantung kepada deria pandang tanpa ada seorang pun peserta yang ke hadapan untuk merasa sendiri atau menghidu bau air apa yang terkandung dalam botol-botol tersebut.
Mungkin juga jawapan-jawapan yang diberi, bersifat associative. Kerana disepanjang program, peserta diberi minum air teh yang mempunyai warna yang seakan sama seperti air yang ada di dalam botol. Jadinya. Tanpa ingin mengambil banyak ruang masa untuk berfikir, “air teh” sahaja yang mudah terpacul dari mulut sebagai jawapan balas.
Sekali lagi, jika tidak kerana sifat luaran (yakni warna) pengalaman yang lepas-lepas juga mampu untuk mencenderungkan kita untuk membuat generalization. Akhirnya, membuatkan kita bersikap judgemental terhadap satu-satu perkara.
Benarlah kata seorang teman, “A general statement is a dangerous statement; including this one.”
***
Peranan impresi pertama.
Peserta pertama telah berkata, ada mungkin air di dalam dua botol tersebut adalah air teh dan air paip. Kerana kekangan ruang masa -mungkin- peserta yang kemudian-kemudiannya turut menggunakan jawapan balas yang sama iaitu air teh dan air paip.
Dapat kita lihat di sini, ada kemungkinan pandangan-pandangan pertama yang didengari kita, akan menjadi blok asas terhadap bagaimana kita mendepani sesuatu isu itu. Contoh mudah, jika perkara pertama yang kita dengarkan mengenai seseorang itu bukanlah perkara yang baik-baik, ada mungkin persepsi umum kita terhadap individu tersebut telah tercemarkan.
Kerana rata-rata kita tergolong dalam generasi yang culas berfikir, dan amat gemar mengambil jalan mudah dalam melayani isu sekeliling, maka kuasa impresi pertama (first impression) ini adalah tersangat vital. Berbalik kepada pelajaran utama, kita akhirnya akan menjadi seorang yang bertindak berpandukan dasar-dasar berbaur judgemental.
***
Apa akan jadi jika impresi pertama diadun sekali dengan generalization?
Jika impresi pertama adalah perkara yang baik, maka generalization yang mungkin hadir dalam diri individu adalah perkara yang baik-baik.
Namun, jika impresi pertama yang diberikan adalah perkara yang buruk-buruk, maka generalization yang mungkin hadir dalam diri individu adalah perkara yang buruk-buruk.
Sebagai contoh:
Katakan ada seorang tokoh yang amat kita hormati dan thiqah mengeluarkan buah pandangan, “Majlis sekian-sekian adalah majlis maksiat!” Full stop.
Agaknya-agaknya, bagaimana dengan generalization yang mungkin terpupuk di minda para pendengar? Mudahnya, ada kemungkinan yang amat besar, idea yang bakal menjelma dalam fikiran mereka-mereka ini adalah, “Majlis ini adalah majlis maksiat.”
Begitu mudah kita menghukum.
Persoalan yang ingin saya lontarkan, adakah dengan membuat generalization bahawa “majlis ini adalah majlis maksiat” membawa erti tidak boleh tidak majlis ini memang majlis maksiat. Secara tidak langsung, setiap apa yang dilakukan dalam majlis disebut adalah dikira sebagai dosa-dosa. Hatta, perkara yang baik-baik sekali pun akan terpalit sama.
Bagaimana?
Bagi saya, audience sepatutnya diajarkan tentang “kenapa” atau diberi sebab akan “mengapa” sesuatu perkara itu boleh ditakrifkan sebagai itu dan ini. Bukannya bersikap lepas tangan dengan membuat generalization tanpa asas mahupun argument yang boleh dijadikan sebagai sandaran. Kerana hujah berdasarkan assumption bukanlah sejenis ilmu yang layak dipelajari.
***
Jadinya.
Jom kita buang unsur-unsur yang tidak menguntungkan ini. Jangan bersikap judgemental. Kerana kita tidak boleh melihat kiri dan kanan dalam satu masa, maka berbaik sangkalah.
Mungkin ia syiling yang sama. Cuma kau nampak nombor, aku pula nampak bunga.
Sekian. :D
enonimes: Berkata “tidak tahu” juga satu ilmu. “Tidak tahu” bukan menandakan kita bodoh, tapi ia memberi signal bahawa kita bersedia untuk mempelajari sesuatu yang baru.
Thursday, March 27
Cerita kelakar #1
Ia adalah suatu perkara yang menggeletek hati. Tentang bagaimana suatu 'event' itu mampu mengubah kehidupan seseorang. Pasti jika aku baca entri ini di satu masa yang akan datang, aku akan tersenyum lebar sambil minda ku menerawang ke kisah-kisah semalam.
***
Benci.
Itu satu perkataan yang paling tepat. Terhadap dirinya ada rasa benci yang teramat dari aku.
Kenapa?
Dari sosoknya. Dari tingkahnya. Dari cara cakapnya. Dari lagaknya. Ahh! Benar-benar membuatkan aku rasa bengang dan tidak kena. Hinggakan pernah aku bertanya, "Hairan, wujud juga ya orang yang sebegini?"
Namun, dalam benci itu ada jugalah sedikit rasa hormat atas ilmunya yang -pada pandangan aku- lebih tinggi dari apa yang aku ada. Hanya takat itu. Tidak lebih, tidak kurang.
Nak dijadikan cerita...
Antara aku dan dia wujud satu penghubung. Satu perkara yang langsung tak terfikirkan di benak akal untuk berlaku.
Aku dan dia telah di letakkan dalam satu usroh yang sama!
Pfft.
Sungguh. Rasa tidak puas hati itu meluap-luap dalam dadaku. Bagaimana ini mungkin berlaku? Kenapa dia? Apa tidak ada pelajar lain dalam kolej ni? Argghh! Runsing.
***
Liqo' pertama:
Hati ku berdesis, 'Haih, jumpa mamat ni lagi.' *sigh*
Seperti yang di agak di fikiran, ia adalah sesi yang amat menyakitkan. Cuba bersenyum walau pada hakikatnya Tuhan sahaja yang tahu.
Dan masa pun berlalu.
Liqo' demi liqo'. Dauroh demi dauroh.
Aku belajar untuk lebih mengenali mereka-mereka yang di keliling aku. Termasuk dirinya, yang kini aku tidak lagi benci.
Hmm.. Mungkin ada lah kot sikit lagi. Hahah ;p
Kini, aku dan dia belajar jauh-jauh. Tidak dekat seperti dulu.
Hanya muka buku yang menjadi medium perkhabaran antara kami. Aku baca status dia, dia -mungkin- baca status aku. Saling belajar antara satu sama lain. Aku begitu yakin dia akan menjadi orang hebat di suatu masa akan datang. Di saat itu, aku akan jadi antara penyokong dari belakang.
Begitulah.
Maaf aku bukan pencerita yang baik. Tapi jika kau ada di dekatku sekarang, pasti kau akan tersenyum juga mendengar cerita ini. Pasti.
Kerana aku pun sedang bersenyum sekarang :)
***
Benci.
Itu satu perkataan yang paling tepat. Terhadap dirinya ada rasa benci yang teramat dari aku.
Kenapa?
Dari sosoknya. Dari tingkahnya. Dari cara cakapnya. Dari lagaknya. Ahh! Benar-benar membuatkan aku rasa bengang dan tidak kena. Hinggakan pernah aku bertanya, "Hairan, wujud juga ya orang yang sebegini?"
Namun, dalam benci itu ada jugalah sedikit rasa hormat atas ilmunya yang -pada pandangan aku- lebih tinggi dari apa yang aku ada. Hanya takat itu. Tidak lebih, tidak kurang.
Nak dijadikan cerita...
Antara aku dan dia wujud satu penghubung. Satu perkara yang langsung tak terfikirkan di benak akal untuk berlaku.
Aku dan dia telah di letakkan dalam satu usroh yang sama!
Pfft.
Sungguh. Rasa tidak puas hati itu meluap-luap dalam dadaku. Bagaimana ini mungkin berlaku? Kenapa dia? Apa tidak ada pelajar lain dalam kolej ni? Argghh! Runsing.
***
Liqo' pertama:
Hati ku berdesis, 'Haih, jumpa mamat ni lagi.' *sigh*
Seperti yang di agak di fikiran, ia adalah sesi yang amat menyakitkan. Cuba bersenyum walau pada hakikatnya Tuhan sahaja yang tahu.
Dan masa pun berlalu.
Liqo' demi liqo'. Dauroh demi dauroh.
Aku belajar untuk lebih mengenali mereka-mereka yang di keliling aku. Termasuk dirinya, yang kini aku tidak lagi benci.
Hmm.. Mungkin ada lah kot sikit lagi. Hahah ;p
Kini, aku dan dia belajar jauh-jauh. Tidak dekat seperti dulu.
Hanya muka buku yang menjadi medium perkhabaran antara kami. Aku baca status dia, dia -mungkin- baca status aku. Saling belajar antara satu sama lain. Aku begitu yakin dia akan menjadi orang hebat di suatu masa akan datang. Di saat itu, aku akan jadi antara penyokong dari belakang.
Begitulah.
Maaf aku bukan pencerita yang baik. Tapi jika kau ada di dekatku sekarang, pasti kau akan tersenyum juga mendengar cerita ini. Pasti.
Kerana aku pun sedang bersenyum sekarang :)
Tuesday, March 25
Pemolitik
Aku orang muda,
Kurang tahu apa-apa,
Hanya dengar cerita-cerita,
Dari mulut mereka-mereka
***
Kebanyakkan pemuda (mungkin) menyatakan kepimpinan sekarang adalah zalim. Jadinya, ia perlu ditukar dan diganti dengan kepimpinan baru yang lebih adil. Seakan-akannya, "menukar" adalah satu-satunya jalan yang ada.
Aku tertanya-tanya, jika kepimpinan sedia ada berubah menjadi tidak zalim apakah pula yang mungkin berlaku?
Mungkin kurang (atau tiada) yang memikirkannya kerana kita-kita telah putus harapan terhadap mereka. Umpamanya, setiap jalan telah dicuba direncana. Umpamanya, neraka untuk mereka dan syurga untuk "kita". (?)
Dan aku tahu, kita-kita pun belum benar jelas tentang hala tuju perjuangan yang dibawa. Yang ada dalam minda kita, hanyalah "gulingkan" dan "jatuhkan" tanpa satu asbab yang nyata.
* Kita perlu kurangkan tukang sorak dan lebihkan 'player'. Kerana bangku simpanan masih mengosong.
enonimes: Pemolitik itu, orang yang mempolitikkan semua perkara :v
Kurang tahu apa-apa,
Hanya dengar cerita-cerita,
Dari mulut mereka-mereka
***
Kebanyakkan pemuda (mungkin) menyatakan kepimpinan sekarang adalah zalim. Jadinya, ia perlu ditukar dan diganti dengan kepimpinan baru yang lebih adil. Seakan-akannya, "menukar" adalah satu-satunya jalan yang ada.
Aku tertanya-tanya, jika kepimpinan sedia ada berubah menjadi tidak zalim apakah pula yang mungkin berlaku?
Mungkin kurang (atau tiada) yang memikirkannya kerana kita-kita telah putus harapan terhadap mereka. Umpamanya, setiap jalan telah dicuba direncana. Umpamanya, neraka untuk mereka dan syurga untuk "kita". (?)
Dan aku tahu, kita-kita pun belum benar jelas tentang hala tuju perjuangan yang dibawa. Yang ada dalam minda kita, hanyalah "gulingkan" dan "jatuhkan" tanpa satu asbab yang nyata.
* Kita perlu kurangkan tukang sorak dan lebihkan 'player'. Kerana bangku simpanan masih mengosong.
enonimes: Pemolitik itu, orang yang mempolitikkan semua perkara :v
Wednesday, March 19
Minda keliru
Tangisan tak terluahkan dek air mata yang kekeringan
Tawa tak menceriakan dek suara yang hilang dari pendengaran
Kalian atau aku yang buta
Cuba pejam celik mata
Terlihat hanya impian di awanan terbang mengelilingi orbit langsung ke Pluto sana
Pada mentari ada cahaya
Pada rembulan ada pantulannya
Pada Bumi ini aku berdiri
Menatap satu-persatu kejadian yang berlaku
Keliru tanpa asbab yang nyata hingga hilang rasa bangga menjadi manusia yang juga hamba
Jika aku tanyakan, "Menjadi siapa yang kau paling bangga?"
Pasti akan ada "tapi" di tengah jawabnya
Jelas
Kita semua pendosa dan pentaubat dalam satu masa
Runsing memilih ke Syurga atau Neraka di penghujungnya
Tawa tak menceriakan dek suara yang hilang dari pendengaran
Kalian atau aku yang buta
Cuba pejam celik mata
Terlihat hanya impian di awanan terbang mengelilingi orbit langsung ke Pluto sana
Pada mentari ada cahaya
Pada rembulan ada pantulannya
Pada Bumi ini aku berdiri
Menatap satu-persatu kejadian yang berlaku
Keliru tanpa asbab yang nyata hingga hilang rasa bangga menjadi manusia yang juga hamba
Jika aku tanyakan, "Menjadi siapa yang kau paling bangga?"
Pasti akan ada "tapi" di tengah jawabnya
Jelas
Kita semua pendosa dan pentaubat dalam satu masa
Runsing memilih ke Syurga atau Neraka di penghujungnya
Wednesday, February 26
Terkadang itu, “tidak” bukan lagi satu perkataan
Saya pasti, bukan saya sahaja yang mengalami perkara ini.
Satu keadaan di mana untuk mengatakan “tidak” bukanlah satu pilihan. Rata-ratanya mungkin disebabkan oleh faktor ibubapa.
(nota kecik: Jangan durhaka pada ibubapa atau saya akan pukul kepala anda.)
Jangan risau, anda tidak keseorangan.
Senyum.
Hulur tangan untuk bersalaman.
“Welcome to the club, bro!”
Hal ini berlaku pabila adanya pertembungan interest antara dua pihak. Namun, kerana satu pihak itu kelihatan lebih veto kuasanya, maka, satu pihak lagi (kita-kita) “terpaksa” mengalah dan tenggelam dalam pasrah.
Ingin diketengahkan, seperti pemuda-pemudi yang lain, saya berjiwa berontak (rebellious). Tapi -mungkin sedikit berbeza- saya juga bertamadun dan sedikit rasional.
Dalam kes saya, saya di sarankan untuk mengambil jurusan perubatan. Walaupun, pada hakikatnya, bukan bidang ini yang saya mahu.
Sudah agak lama saya memikirkan perkara-perkara ini; tentang apa nak buat sekarang? Untuk keluar dari jurusan ini secara serta-merta, bukanlah satu pilihan tepat. Dan untuk menyalahkan mereka-mereka, bukan sahaja satu tindakan yang tidak bijak malah tidak berakhlak.
Jadi bagaimana?
Batuk-batuk sikit. Termenung.
Begini.
Sekarang, kita-kita (umur 18 dan ke atas) ada di suatu fasa yang amat kritikal kerana apa-apa keputusan yang kita ambil akan mencorakkan masa depan kita. Dan bagi saya, hari esok bukanlah satu alat permainan. Ia sesuatu yang amat crucial. Lebih-lebih lagi buat masa sekarang, saya yakin, hari esok-esok bukan untuk saya seorang tetapi juga untuk umat manusia.
Ringkasnya, walau sekecil mana pun pilihan saya, ia pasti akan MENGUBAH DUNIA.
Cewaah!
Hahah.
Dan ia adalah satu perkara yang membosankan dan meletihkan untuk kerap kali menyalahkan hari-hari semalam walhal, hari esok sedang teruja tahap melompat-lompat menunggu kehadiran kita.
Apa yang saya buat sekarang, adalah saya cuba mencari apa-apa artikel yang berkaitan (lebih kepada pengalaman kendiri atau pandangan peribadi penulis) dan bertemu dengan mereka-mereka yang lebih senior untuk mencedok inspirasi. Dengan erti kata lain, mencari “SEBAB” sebagai batu loncatan ke hadapan.
Begitulah.
Sebenarnya, kita kekurangan sebab yang solid.
Sebagai tambahan, terus terang saya katakan mengenai kecemburuan terhadap beberapa ikhwah yang berjaya mengejar apa yang “mereka” mahu berbanding apa yang “orang lain” mahu. Buat anda-anda, all the best! Thumbs up sikit. Hahah.
Saya akan pastikan kecemburuan ini, menjadi satu asbab untuk saya jadi lebih berjaya.
Berjaya bukan untuk saya tapi untuk kita-kita.
enonimes: Tiada yang tidak boleh, tiada yang tidak tahu, tiada yang tiada...
Satu keadaan di mana untuk mengatakan “tidak” bukanlah satu pilihan. Rata-ratanya mungkin disebabkan oleh faktor ibubapa.
(nota kecik: Jangan durhaka pada ibubapa atau saya akan pukul kepala anda.)
Jangan risau, anda tidak keseorangan.
Senyum.
Hulur tangan untuk bersalaman.
“Welcome to the club, bro!”
Hal ini berlaku pabila adanya pertembungan interest antara dua pihak. Namun, kerana satu pihak itu kelihatan lebih veto kuasanya, maka, satu pihak lagi (kita-kita) “terpaksa” mengalah dan tenggelam dalam pasrah.
Ingin diketengahkan, seperti pemuda-pemudi yang lain, saya berjiwa berontak (rebellious). Tapi -mungkin sedikit berbeza- saya juga bertamadun dan sedikit rasional.
Dalam kes saya, saya di sarankan untuk mengambil jurusan perubatan. Walaupun, pada hakikatnya, bukan bidang ini yang saya mahu.
Sudah agak lama saya memikirkan perkara-perkara ini; tentang apa nak buat sekarang? Untuk keluar dari jurusan ini secara serta-merta, bukanlah satu pilihan tepat. Dan untuk menyalahkan mereka-mereka, bukan sahaja satu tindakan yang tidak bijak malah tidak berakhlak.
Jadi bagaimana?
Batuk-batuk sikit. Termenung.
Begini.
Sekarang, kita-kita (umur 18 dan ke atas) ada di suatu fasa yang amat kritikal kerana apa-apa keputusan yang kita ambil akan mencorakkan masa depan kita. Dan bagi saya, hari esok bukanlah satu alat permainan. Ia sesuatu yang amat crucial. Lebih-lebih lagi buat masa sekarang, saya yakin, hari esok-esok bukan untuk saya seorang tetapi juga untuk umat manusia.
Ringkasnya, walau sekecil mana pun pilihan saya, ia pasti akan MENGUBAH DUNIA.
Cewaah!
Hahah.
Dan ia adalah satu perkara yang membosankan dan meletihkan untuk kerap kali menyalahkan hari-hari semalam walhal, hari esok sedang teruja tahap melompat-lompat menunggu kehadiran kita.
Apa yang saya buat sekarang, adalah saya cuba mencari apa-apa artikel yang berkaitan (lebih kepada pengalaman kendiri atau pandangan peribadi penulis) dan bertemu dengan mereka-mereka yang lebih senior untuk mencedok inspirasi. Dengan erti kata lain, mencari “SEBAB” sebagai batu loncatan ke hadapan.
Begitulah.
Sebenarnya, kita kekurangan sebab yang solid.
Sebagai tambahan, terus terang saya katakan mengenai kecemburuan terhadap beberapa ikhwah yang berjaya mengejar apa yang “mereka” mahu berbanding apa yang “orang lain” mahu. Buat anda-anda, all the best! Thumbs up sikit. Hahah.
Saya akan pastikan kecemburuan ini, menjadi satu asbab untuk saya jadi lebih berjaya.
Berjaya bukan untuk saya tapi untuk kita-kita.
enonimes: Tiada yang tidak boleh, tiada yang tidak tahu, tiada yang tiada...
Tuesday, February 25
Pengalaman usroh bersama orang-orang hebat
Alhamdulillah.
Di Mesir ini, saya masih lagi kekal dalam sistem usroh. Sangat-sangat saya berharap agar ia terus-menerus begitu. Semuga kita-kita semua pun tetap thabat dalam berlangkah.
Dan buat anda-anda yang belum ada usroh, apa lagi? Jom!
Heheh.
Di Mesir ini, saya masih lagi kekal dalam sistem usroh. Sangat-sangat saya berharap agar ia terus-menerus begitu. Semuga kita-kita semua pun tetap thabat dalam berlangkah.
Dan buat anda-anda yang belum ada usroh, apa lagi? Jom!
Heheh.
Sengih sorang-sorang.
Semenjak dari sebelum-sebelum ini, saya senantiasa di usrohkan bersama mereka-mereka yang hebat:
Ada yang sudah lama mengenali dakwah dan tarbiyah semenjak kecil hasil produk baitul muslim.
Ada sudah lama mengenali dakwah dan tarbiyah melalui minat yang semestinya datang dari Allah.
Dan ada juga yang hebat dari segi hafalan dan eksektra eksektra.
Ringkasnya, mereka adalah golongan yang hebat!
Saya berasa sangat kecil dan sedikit janggal setiap kali menghadiri sesi liqo’ bersama mereka. Hahah. Mestilah. Saya ini masih budak baru. Tapi bukan isu budak baru yang saya mahu ketengahkan kali ni.
Apa yang saya mahu katakan, saya amat bersyukur kerana diberi peluang untuk disekalikan bersama mereka-mereka ini. Sungguh saya bersyukur.
Bersama mereka, saya berpeluang belajar dan memahami sesuatu yang selalunya tak terlintas di pemikiran. Mereka sungguh hebat. Saya tak tahu apa yang rahsia mereka hingga menjadi semantap begitu. Mungkin mereka adalah keturunan Super Saiya.
Hm?!
Dahi berkerut.
Muka serius.
Sunyi.
Hanya ada bunyi kipas.
Hahah xD
Mengarut. Tak mungkinlah.
Mereka pastinya manusia biasa seperti kita juga; seperti saya dan seperti anda-anda. Bezanya adalah perancangan Allah untuk mereka dan kita-kita adalah tidak sama.
Di awal mereka adalah sekian-sekian, berbeza dengan kita.
Disebabkan itulah saya yakin, pengakhiran itu lebih penting dari permulaan.
(disklaimer: Saya tidak claim bahwa permulaan itu tidak penting okeh)
Jika pengakhiran kita-kita adalah pengakhiran yang baik-baik, itu sebenarnya sudah memadai. Tidak perlu berasa terlalu kecil hingga amal tidak terbuah, hingga kemanisan tidak terasa dalam ukhuwah.
Ini tidak perlu okeh.
Mereka adalah mereka. Anda adalah anda. Saya adalah saya.
Berbangga menjadi diri sendiri.
Hakikatnya, Tuhan yang menciptakan mereka dan kita adalah Tuhan yang sama.
Semenjak dari sebelum-sebelum ini, saya senantiasa di usrohkan bersama mereka-mereka yang hebat:
Ada yang sudah lama mengenali dakwah dan tarbiyah semenjak kecil hasil produk baitul muslim.
Ada sudah lama mengenali dakwah dan tarbiyah melalui minat yang semestinya datang dari Allah.
Dan ada juga yang hebat dari segi hafalan dan eksektra eksektra.
Ringkasnya, mereka adalah golongan yang hebat!
Saya berasa sangat kecil dan sedikit janggal setiap kali menghadiri sesi liqo’ bersama mereka. Hahah. Mestilah. Saya ini masih budak baru. Tapi bukan isu budak baru yang saya mahu ketengahkan kali ni.
Apa yang saya mahu katakan, saya amat bersyukur kerana diberi peluang untuk disekalikan bersama mereka-mereka ini. Sungguh saya bersyukur.
Bersama mereka, saya berpeluang belajar dan memahami sesuatu yang selalunya tak terlintas di pemikiran. Mereka sungguh hebat. Saya tak tahu apa yang rahsia mereka hingga menjadi semantap begitu. Mungkin mereka adalah keturunan Super Saiya.
Hm?!
Dahi berkerut.
Muka serius.
Sunyi.
Hanya ada bunyi kipas.
Hahah xD
Mengarut. Tak mungkinlah.
Mereka pastinya manusia biasa seperti kita juga; seperti saya dan seperti anda-anda. Bezanya adalah perancangan Allah untuk mereka dan kita-kita adalah tidak sama.
Di awal mereka adalah sekian-sekian, berbeza dengan kita.
Disebabkan itulah saya yakin, pengakhiran itu lebih penting dari permulaan.
(disklaimer: Saya tidak claim bahwa permulaan itu tidak penting okeh)
Jika pengakhiran kita-kita adalah pengakhiran yang baik-baik, itu sebenarnya sudah memadai. Tidak perlu berasa terlalu kecil hingga amal tidak terbuah, hingga kemanisan tidak terasa dalam ukhuwah.
Ini tidak perlu okeh.
Mereka adalah mereka. Anda adalah anda. Saya adalah saya.
Berbangga menjadi diri sendiri.
Hakikatnya, Tuhan yang menciptakan mereka dan kita adalah Tuhan yang sama.
enonimes: Semalam tak mungkin berubah, esok tiada siapa pula tahu.
Sunday, February 23
Ini pasti bukan kebetulan
Hm…
Entah kenapa, belakangan ini ramai pulak ikhwah yang terlibat dengan kemalangan jalan raya.
Namun begitu, saya tidak akan bersedih, juga tidak akan berasa gembira.
Kerana setiap apa yang berlaku itu datang dari Tuhan. Dan saya sangat yakin, apa-apa yang datang dariNya adalah perkara yang baik-baik. Hatta, insiden seperti kemalangan mahupun kematian juga adalah perkara yang baik.
Ya, mungkin kedengarannya seperti saya ini sedikit kejam. Tapi itulah realitinya.
Dari sudut pandang yang lebih ekstrim:
Sebenarnya, tiada event yang buruk pun dalam kehidupan ni. Semuanya baik dan perlu berlaku. Full stop.
Segalanya dibentuk oleh persepsi kita terhadap dunia sekeliling.
Walaupun seperti yang saya canangkan, semua benda adalah baik, namun, jika buruk kata kita, maka buruklah jadinya. Sebaliknya, jika baik kata kita, maka baiklah jadinya.
Mengikut pengalaman saya yang lepas-lepas serta dari pembacaan yang amat sedikit. Pada kebiasaannya, hikmah itu tidak menjelma dalam masa sehari dua. Ia muncul di kala tiada yang menduga. Umpama surprise birthday party yang sungguh mengujakan. Begitulah.
Dan...
Suka saya tegaskan. Tidaklah pula saya mengutuk mereka yang bersedih atas perihalan yang berlaku. Kerana memang normal lah sebagai manusia yang punya hati dan perasaan untuk berasa sedih, bukan?
Di suatu ketika, saya pernah kehilangan seseorang yang sangat saya sayang kerana Allah. Dan saya juga berasa sedih.
Kemudian, teringat pula kata-kata seorang ikhwah, “Kita mungkin akan rasa sedih kalau dia mati nanti. Tapi kalau kita sedih sangat-sangat sampai kita tak bergerak, pasti dia akan jadi lebih sedih.”
Berbekalkan kata-kata ini, saya berhenti bersedih.
Untuk ikhwah yang ditimpa kemalangan atau kesusahan yang berat-berat, sungguh saya mencemburui kalian. Kerana kalian sedang di uji oleh Tuhan. Dan Tuhan memberi “hadiah” dengan kesusahan sebagai “kertas balutan”.
In sha Allah jika sembuh itu baik, maka aku doakan kesembuhan untuk kalian. Namun, jika sebaliknya, maka aku doakan apa-apa yang baik sahaja. Ameen :)
enonimes: Tika kalian sedang dirudung permasalahan, ketahuilah, ada saya yang sedang mencemburui jejak kalian.
Entah kenapa, belakangan ini ramai pulak ikhwah yang terlibat dengan kemalangan jalan raya.
Namun begitu, saya tidak akan bersedih, juga tidak akan berasa gembira.
Kerana setiap apa yang berlaku itu datang dari Tuhan. Dan saya sangat yakin, apa-apa yang datang dariNya adalah perkara yang baik-baik. Hatta, insiden seperti kemalangan mahupun kematian juga adalah perkara yang baik.
Ya, mungkin kedengarannya seperti saya ini sedikit kejam. Tapi itulah realitinya.
Dari sudut pandang yang lebih ekstrim:
Sebenarnya, tiada event yang buruk pun dalam kehidupan ni. Semuanya baik dan perlu berlaku. Full stop.
Segalanya dibentuk oleh persepsi kita terhadap dunia sekeliling.
Walaupun seperti yang saya canangkan, semua benda adalah baik, namun, jika buruk kata kita, maka buruklah jadinya. Sebaliknya, jika baik kata kita, maka baiklah jadinya.
Mengikut pengalaman saya yang lepas-lepas serta dari pembacaan yang amat sedikit. Pada kebiasaannya, hikmah itu tidak menjelma dalam masa sehari dua. Ia muncul di kala tiada yang menduga. Umpama surprise birthday party yang sungguh mengujakan. Begitulah.
Dan...
Suka saya tegaskan. Tidaklah pula saya mengutuk mereka yang bersedih atas perihalan yang berlaku. Kerana memang normal lah sebagai manusia yang punya hati dan perasaan untuk berasa sedih, bukan?
Di suatu ketika, saya pernah kehilangan seseorang yang sangat saya sayang kerana Allah. Dan saya juga berasa sedih.
Kemudian, teringat pula kata-kata seorang ikhwah, “Kita mungkin akan rasa sedih kalau dia mati nanti. Tapi kalau kita sedih sangat-sangat sampai kita tak bergerak, pasti dia akan jadi lebih sedih.”
Berbekalkan kata-kata ini, saya berhenti bersedih.
Untuk ikhwah yang ditimpa kemalangan atau kesusahan yang berat-berat, sungguh saya mencemburui kalian. Kerana kalian sedang di uji oleh Tuhan. Dan Tuhan memberi “hadiah” dengan kesusahan sebagai “kertas balutan”.
In sha Allah jika sembuh itu baik, maka aku doakan kesembuhan untuk kalian. Namun, jika sebaliknya, maka aku doakan apa-apa yang baik sahaja. Ameen :)
enonimes: Tika kalian sedang dirudung permasalahan, ketahuilah, ada saya yang sedang mencemburui jejak kalian.
Saturday, February 22
Sederita apakah Tabukmu?
Kehangatan rumahmu dan keselesaan katilmu jangan sampai melenakanmu dari perjuangan.
Tersanjungkah engkau yang bergelar kader dakwah hanya kerana engkau berada di dalam organisasi dakwah sedangkan engkau tiada sanggup berpenat lelah, berkorban masa dan tenaga.
Sejauh apakah Tabukmu sehingga menyebabkan engkau beralasan dan mahu berehat dari perjuanganmu sebelum engkau benar-benar bermula?
Sederita apakah Uhudmu yang telah engkau tanggung sehingga engkau merasa telah penat dan lemah dari perjuanganmu?
Semoga penat dan lelah tak akan pernah menghentikan kita.
Semoga kita tidak mencipta alasan untuk menjadi terus lemah.
- Ust HH
Tersanjungkah engkau yang bergelar kader dakwah hanya kerana engkau berada di dalam organisasi dakwah sedangkan engkau tiada sanggup berpenat lelah, berkorban masa dan tenaga.
Sejauh apakah Tabukmu sehingga menyebabkan engkau beralasan dan mahu berehat dari perjuanganmu sebelum engkau benar-benar bermula?
Sederita apakah Uhudmu yang telah engkau tanggung sehingga engkau merasa telah penat dan lemah dari perjuanganmu?
Semoga penat dan lelah tak akan pernah menghentikan kita.
Semoga kita tidak mencipta alasan untuk menjadi terus lemah.
- Ust HH
Petak "MULA" di belakang hanya jauh sejengkal
Selalu juga saya perasan sendiri.
Berasakan seolah-olah sudah jauh dan lama berada di atas
jalan ini.
Tapi…
Bila lihat kembali ke belakang. Baru sedar. Garisan “MULA”
itu tidak sejauh di fikiran.
“Ceh, baru mula je pun!”
Atau lebih sedih
“Hey, sampai bila nak berdiri atas garisan “MULA” tu!”
Tunduk ke bawah. Kecewa dan hampa dengan diri sendiri. Kecewa
dengan sikap dan perangai yang masih tidak berubah walau masa dan waktu itu
tidak berhenti walau sedetik untuk menunggu.
Timbul satu persoalan; persoalan lama yang tidak terjawab
dan tiba-tiba terjumpa semula dalam lemari
baju:
“Betul ke aku nak buat semua ni?”
Banyak benda yang perlu dikorbankan. Bukan sahaja duit, masa
dan tenaga. Malahan, lebih dari itu.
“Sanggupkah aku untuk mengorbankan segalanya demi satu cinta
dan cita-cita?”
Pernah sekali, sebelum berpisah dengan murobbi pertama, aku
bertanya, “Kenapa pilih aku? Sedangkan masih ramai lagi orang lain yang lebih
baik, lebih berilmu dan lebih tinggi akhlaknya? Kenapa aku?!”
Selamba dia menjawab, “Jujur cakap. Aku tak pernah terfikir
untuk pilih kau. Sebenarnya semua-semua ni bukan kami-kami yang pilih pun.
Sesungguhnya, yang pilih kau adalah Allah.”
Menangis. Jatuh bercurah air mata.
Semenjak hari itu, aku tak pernah lagi bertemu depan-depan
dengan dia. Sebab dia belajar kat Ireland nuh. Jauh bhai. Saya kat Mesir
sekarang ni.
Heh.
Kesat air mata.
Senyum tiba-tiba.
Lawak pulak saya rasa. Sudah sampai saat ini pun saya masih
dihantui soalan yang sama. Hahah.
Sudah-sudah lah tu.
Sekarang masa bukan untuk segala. Kerana yang satu itu
sebenarnya mencakupi semua. :)
enonimes: Tanggungjawab yang kita ada adalah lebih banyak dari waktu yang kita ada...
Futur bukan mainan
Ini bukan perkara baru.
Hati manusia itu akan mati. Bilamana sesetengah hati-hati
ini mampu dirawat semula, yang lainnya akan mati dengan begitu sahaja.
Persoalannya mengapa?
Seorang pahlawan tanpa senjata dan equipment yang cukup,
berlawan pula dengan sang musuh yang serba-serbi sempurna kelengkapannya. Mana mungkin
pahlawan ini mampu keluar dari medan tempur dengan berkeadaan nafasnya yang penuh
selamba?
Ya, persediaan kita-kita tiada.
Sesetengah dari kita leka.
Dan mudah benar berasa selesa.
Yang ada hanya mungkin persediaan yang sudah lapuk. Persediaan
untuk menghadapi pertarungan yang lepas-lepas.
Tapi jangan runsing.
Equipment yang lama-lama itu masih diperlukan. Janganlah dibuang
pula.
Senyum.
Cuma ia perlu ditambah. Juga mesti dibaik pulih.
Jika dulu kita hanya sekadar cukup lima solat fardhu secara
berjemaah serta baca al-Quran tiga empat muka, mungkin sekarang lah masanya
untuk kita buat lebih.
Bila ana sebut “lebih”, tak semestinya pada bilangan.
Boleh jadi lebih itu pada aspek kualiti.
Sebagai contoh, lima solat fardhu kita bukan lagi sekadar
berjemaah, bahkan, kitalah antara mereka yang datang awal ke dewan solat.
Boleh jadi juga, bacaan Quran kita bukan sekadar tiga empat
muka, bahkan, ditambah pula dengan tadabbur yang mesti.
Barisan musuh akan bertambah bilangannya dan bertambah perkasanya.
Ini satu kepastian!
Jika dari awal hingga mati pun kita dihurung ujian yang sama
tahapannya, sampai bila-bila pun kita tidak akan membesar, bukan?
Senyum sekali lagi. Cuma kali ini sambil kenyit mata.
enonimes: In sha Allah kita sama-sama usaha.
Sunday, February 2
A whole new beginning?
"It had been a while since I last wrote in this blog. My mind get haywire. I just couldn't think straight. There is a lot happening right now. As the result, I tend to be away from keyboard 'cause I'm afraid that I would write nonsense. I don't like to write an article that puzzles human's mind. I like to be pretty straight forward and honest with myself. Why be a hypocrite when u can be someone better?"
Friday, January 31
Berhenti
Beberapa
kali juga sebenarnya saya mahu give up dan berhenti.
Namun, setiap
kali itu jugalah saya teringat pesan seorang teman, “Jika benar mahu berhenti,
adakah kerana Allah? Jika bukan kerana Allah, baik tak payah.”
Hm.
Ringkas dan
mencucuk-cucuk.
Pada
kebiasaannya, bila rasa down saya akan menyendiri. Saya akan pergi ke sebuah
lokasi favourite. Satu tempat di mana saya boleh melihat, mengamati dan belajar
dari mereka-mereka yang ada di sekeliling saya.
Ia bukanlah
tempat yang tersorok pun. Cuma, tempat yang orang tak suka duduk.
Ada sekali
tu, sedang saya mengelamun, saya ternampak seorang lelaki berumur 30-an di
jalanan (pada masa ini saya berada di tingkat 2). Dia sedang bekerja. Dari satu
kereta ke satu kereta menjual barangan.
Tingkahnya selamba
tapi begitu banyak jugalah yang saya pelajari daripada dia.
Antaranya:
Jangan mudah
mengalah. Jika ‘kereta’ yang pertama tak mahu membeli tak mengapa, masih ada
lagi lambakan kereta di belakang.
Kena pandai
cari peluang. Mesti jadi opportunist. Masa orang reramai ni lah kita nak ber’niaga’.
(note: time tu tengah traffic jam)
Jangan mudah
melatah. Sabar itu perlu. Jika orang tak mahu layan kita, tak mengapa. Jangan kita
pergi marah-marah semula. Sebaliknya, doakan hati mereka terbuka.
Begitulah.
Wallahu’alam
;)
enonimes: Buka mata, alam sedang mengajarkan.
enonimes: Buka mata, alam sedang mengajarkan.
Dear future =)
Dear, future me,
There is times in life where we think, "To have a girlfriend is not that bad. I should, too, have one. Why not? I'm a teenager after all." Well, it's happened to me a lot. Most of the time to be precise. True story. *smile*
And it is normal, by the way. Hahah.
But then..
Little did we know. We need not such a thing. We didn't realize... the thing that we need is just somebody to talk to, somebody to share stories with, somebody close. Somebody that really cares about us. Somebody u know... somebody SPECIAL!
And most of the time, we think to have a girlfriend is the only solution. Because u know. They tend to be more understanding, more caring, more attractive to talk to. And its like a trend nowadays, "He have one, she have one. Hey! Everybody have ONE. I should too."
*sigh*
Knock ur head off mister! Trust me. Seriously, it is not. We already have that special someone. But ironically, we intend to deny its existence.
And...
Ask me not. U already know who ;)
p/s: May 2014 be a blissful year for you and please, don't be too hard on yourself. I am u. I know how it feels.
Sincerely and sarcastically,
The you in 2013.
enonimes: This post shud be posted before 2014 but due to internet connectivity problem... okay u know wut i mean ;)
There is times in life where we think, "To have a girlfriend is not that bad. I should, too, have one. Why not? I'm a teenager after all." Well, it's happened to me a lot. Most of the time to be precise. True story. *smile*
And it is normal, by the way. Hahah.
But then..
Little did we know. We need not such a thing. We didn't realize... the thing that we need is just somebody to talk to, somebody to share stories with, somebody close. Somebody that really cares about us. Somebody u know... somebody SPECIAL!
And most of the time, we think to have a girlfriend is the only solution. Because u know. They tend to be more understanding, more caring, more attractive to talk to. And its like a trend nowadays, "He have one, she have one. Hey! Everybody have ONE. I should too."
*sigh*
Knock ur head off mister! Trust me. Seriously, it is not. We already have that special someone. But ironically, we intend to deny its existence.
And...
Ask me not. U already know who ;)
p/s: May 2014 be a blissful year for you and please, don't be too hard on yourself. I am u. I know how it feels.
Sincerely and sarcastically,
The you in 2013.
enonimes: This post shud be posted before 2014 but due to internet connectivity problem... okay u know wut i mean ;)
Thursday, January 30
Percaya
"Haih, sudah dua tiga bulan berukhuwah pun masih mahu berahsia?"
Alaah...
Biasalah tu.
Dengan adik-beradik kita pun kita berahsia bukan? :)
Dalam perhubungan (baik sesama kenalan, keluarga etc), mengetahui semua cerita/ rahsia mengenai mereka bukanlah yang pertama walau terkadang timbul juga rasa tidak puas hati pabila mereka-mereka ini seakannya menyembunyikan sesuatu.
Dalam perhubungan, untuk mereka percaya kepada kita juga bukanlah perkara yang pertama sebab 'trust issue' yang dihadapi sesetengah daripada mereka-mereka bukan lah di bawah kekuasaan kita.
Sebaliknya...
Kita yang terlebih dahulu perlu percaya pada mereka.
Percaya bahwa mereka mungkin perlukan masa dan ruang sendiri.
Percaya bahwa mereka mungkin belum selesa dengan kita-kita.
Percaya bahwa mereka sebenarnya boleh dipercayai.
Oh, ya. Percaya juga perlulah bertahapan yeh, jangan semberono sahaja.
Akhir sekali, jika mereka masih mahu berahsia, biarkan sahaja. Bukan tugas kita pun untuk tahu semua benda pasal mereka. Hahah. Dan in sha Allah, bila tiba masanya, kitalah yang nanti akan menjadi titik rujukan mereka.
Bukan kerana mereka percayakan kita tapi kerana mereka percaya yang kita percaya pada mereka.
Wallahu'alam ;D
enonimes: Thiqah tak mungkin dijual di tepi jalan. Tak mungkin.
Alaah...
Biasalah tu.
Dengan adik-beradik kita pun kita berahsia bukan? :)
Dalam perhubungan (baik sesama kenalan, keluarga etc), mengetahui semua cerita/ rahsia mengenai mereka bukanlah yang pertama walau terkadang timbul juga rasa tidak puas hati pabila mereka-mereka ini seakannya menyembunyikan sesuatu.
Dalam perhubungan, untuk mereka percaya kepada kita juga bukanlah perkara yang pertama sebab 'trust issue' yang dihadapi sesetengah daripada mereka-mereka bukan lah di bawah kekuasaan kita.
Sebaliknya...
Kita yang terlebih dahulu perlu percaya pada mereka.
Percaya bahwa mereka mungkin perlukan masa dan ruang sendiri.
Percaya bahwa mereka mungkin belum selesa dengan kita-kita.
Percaya bahwa mereka sebenarnya boleh dipercayai.
Oh, ya. Percaya juga perlulah bertahapan yeh, jangan semberono sahaja.
Akhir sekali, jika mereka masih mahu berahsia, biarkan sahaja. Bukan tugas kita pun untuk tahu semua benda pasal mereka. Hahah. Dan in sha Allah, bila tiba masanya, kitalah yang nanti akan menjadi titik rujukan mereka.
Bukan kerana mereka percayakan kita tapi kerana mereka percaya yang kita percaya pada mereka.
Wallahu'alam ;D
enonimes: Thiqah tak mungkin dijual di tepi jalan. Tak mungkin.
Subscribe to:
Posts (Atom)